Penyuluh Perikanan

Penyuluh Perikanan
Pulau Tinggi

Selasa, 26 Desember 2017

MEMBUAT PELET DARI CACING

MEMBUAT PELET DARI CACING



Sebelum diproses menjadi pellet, cacing harus dibersihkan dari semua kotoran yang menempel di tubuhnya, yaitu dengan cara di cuci dan dibilas hingga bersih. Setelah itu cacing dijemur diatas seng selama 24 jam atau di ovenkan selama 24 jam dengan suhu udara 32 – 35 oC. Cacing yang telah kering kemudian digiling dan dijadikan tepung cacing.
Untuk membuat pellet dari bahan dasar cacing tanah seberat 1 kg misalnya, dibutuhkan bahan tambahan berupa : kuning telur ayam yang telah direbus 200 gram, tepung kanji 10 gram, terigu 140 gram, dedak halus 180 gram dan tepung cacing 470 gram. Campurkan bahan-bahan tersebut menjadi satu dalam baskom, kemudian tambahkan air hangat secukupnya, diaduk hingga adonan menjadi kenyal.
Setelah itu dicetak dengan mesin penggiling daging sehingga menghasilkan pellet basah yang panjang seperti mie, pellet basah tersebut dipotong per 0.5 cm berbentuk butiran-butiran. Setelah itu pellet dijemur dipanas matahari, setelah kering pellet siap disajikan.
Hal pertama yang harus dilakukan dalam membuat pakan ikan dari cacing tanah ini adalah menyiapkan peralatan pembuatan yakni alat penggiling tepung, alat penggiling daging, dan  baskom. Setelah peralatan siap, barulah memisahkan cacing-cacing segar dari media budidayanya.
Manfaat Cacing Tanah :
1.    Menghancurkan bahan organic sehingga memperbaiki aerasi dan structur tanah, akibatnya tanah menjadi subur,  penyerapan nutrisi oleh tanaman menjadi lebih baik
2.    Keberadaan cacing tanah akan meningkatkan populasi mikroba yang menguntungkan tanaman.
3. Dapat digunakan sebagai pakan ternak berkat kandungan protein, lemak dan mineralnya yang tinggi
4.    Sebagai bahan baku obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan penyakit. Secara tradisional cacing tanah dipercaya dapat meradakan demam, menurunkan tekanan darah, menyembuhkan bronchitis, reumatik sendi, sakit gigi dan tipus.
5.    Sebagai bahan baku kosmetik . Cacing tanah dapat diolah untuk digunakan sebagai pelembab kulit dan bahan baku pembuatan lipstik.

6. Makanan manusia. Cacing merupakan sumber protein yang berpotensi untuk dimasukkan sebagai bahan makanan manusia seperti halnya  daging sapi atau ayam

CARA BETERNAK CACING TANAH (Lumbricus Rubellis)

CARA BETERNAK CACING TANAH (Lumbricus  Rubellis)


                Cacing tanah termasuk hewan yang tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata), termasuk kelas Oligochaeta, Family terpenting dari kelas ini Megascilidae  dan Lumbricidae.
Cacing tanah merupakan bahan pakan alternative bagi ternak unggas dan ikan, hewan ini mengandung gizi tinggi antara lain protein 64 – 67 %, lemak 7 – 10%, energi 900 – 1400 kalori  serta mineral, air dan asam amino lengkap.

Untuk memenuhinya cacing dapat dibudidayakan dengan membuat kotak dari kayu, plastic atau kaca, sebagai media hidup bagi cacing adalah campuran kompos dengan beberapa bahan organic (limbah pertanian/limbah pasar). Masukkan bahan tersebut sampai ketinggian 15 cm kemudian isi air secukupnya agar medianya gembur dan basah. Aduk merata hingga terjadi fermentasi, setelah 4 minggu masukkan kotoran hewan dengan perbandingan 70% media hidup dan 30% kotoran hewan, kapur tambahkan 1% supaya pH netral, kemudian masukkan cacing tanah kedalamnya seberat media hidup yang telah disediakan. Supaya tidak kekeringan permukaan media dilapisi plastic, karung atau bahan lain yang tidak tembus cahaya,
Makanan yang dibutuhkan cacing adalah kotoran hewan baik sapi, kambing ataupun ayam dalam bentuk bubuk atau bubur seberat cacing yang dimasukkan ke dalam kotak pemeliharaan.
Hama yang harus diwaspadai : semut, kumbang ,burung, kelabang, lipan, ayam, itik, tikus, katak, tupai, angsa, lintah dan kutu.
Setelah 2,5 – 3 bulan cacing sudah bisa dipanen ditandai dengan banyaknya kotoran cacing dan kokon (kumpulan telur cacing) sebagian cacing dewasa sebaiknya digunakan sebagai bibit.
Media dianggap cocok apabila pH nya mencapai 6 – 7,2, kelembaban 15 – 30%, suhu 15 – 25 oC.
Panen cacing dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah menggunakan alat penerangan seperti lampu petromak, lampu neon, atau bohlam, cahaya yang dihasilkan oleh lampu mengundang cacing untuk berkumpul dibagian atas media. Setelah itu cacing tinggal diambil dan dipisahkan dari medianya. Cara lain adalah membalikkan kotak pemeliharaan dan memisahkannya dari media hidup cacing.
Setelah cacing dipanen, sebagian cacing dewasa dan kokon (telur cacing) masing-masing dimasukkan ke dalam media hidup yang baru secara terpisah. Telur-telur cacing ini akan segera menetas dalam tempo 1 – 21 hari setelah itu pemeliharaan dilakukan seperti awal budidaya.


Selain cacing, budidaya cacing tanah juga menghasilkan kascing yang berbentuk butiran, berserat dan berwarna kehitaman. Umumnya kascing ini berada di permukaan sekitar sarang, kascing mengandung mikroorganisme mineral an organic dan bahan organic bermanfaat bagi tanaman. Kascing ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organic. Keunggulan pupuk kascing antara lain mampu menetralisir kelebihan zat asam dalam tanah, menjadikan tanah lebih gembur dan tidak cepat padat.
Cacing tanah lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih, jumlah segmen yang dimilik sekitar 90 – 195 dan klitellum yang terletak pada segmen 27 – 32.

Jenis cacing tanah yang lain :Pheretima, Peronyx SP.

* Diolah dari berbagai sumber

PENETASAN CYSTE ARTEMIA SALINA

PENETASAN CYSTE ARTEMIA SALINA
 
 
1.    Salinitas 20 – 30 ppt atau 1 -  sendok teh garam per liter air tawar. Untuk buffer ditambahkan Magnesium Sulfat (20% konsentrasi) atau ½ sendok teh per liter air.
2.    Suhu Optimal 26 – 28 oC
3.    Disarankan untuk memberikan sinar selama penetasan untuk merangsang proses
4.    Aerasi yang cukup untuk menjaga DO sekitar 3 ppm
5.    pH 8 atau lebih, apabila pH dibawah 7 dapat ditambahkan soda kue untuk menaikkan pH
6.    Kepadatan artemia 2 gram / liter air
7.    Sebelumnya dapat dilakukan proses decapsulasi untuk melunakkan cangkang

Keunggulan Artemia Salina :
1. Mudah dalam penanganan
2. Tahan dalam bentuk cyste untuk waktu yang lama
3. Mudah beradaptasi dalam kisaran salinitas lingkungan yang lebar
4. Mempunyai nilai Nutrisi :
- Protein 40 – 60%
- Karbohidrat 15 – 20%
- Lemak 15 – 20%
- Air 1 – 10%
- Abu 3 – 4



Non Dekapsulasi Artemia Salina : Cyste artemia hanya direndam pada air tawar selama 15 menit bertujuan untuk melunakkan cyste.
Dekapsulasi : Selain direndam dengan air tawar, cyste juga direndam dengan larutan khlorin. Dekapsulasi merupakan proses penipisan/pembersihan cangkang artemia dengan menggunakan bahan dekapsulan yaitu berupa kaporit.
 
 Langkah-langkah Dekapsulasi :
1.    Cyste dihidrasi dengan menggunakan air tawar 1 – 2 jam
2.    Cyste disaring menggunakan plankton net 120 mikron dan dicuci bersih
3.    Cyste dicampur dengan larutan kaporit dengan dosis 1.5 ml per 1 gram cyste, kemudian diaduk hingga warna menjadi merah bata
4.    Cyste segera disaring menggunakan plankton net 120 mikron dan dibilas dengan air tawar sampai bau khlorin hilang barulah siap untuk ditetaskan.

  
Pengayaan Artemia dapat dilakukan dengan menggunakan Scot Emulsion, Selco atau Vitamin C dan B kompleks powder, minyak ikan, cumi  selama 2 jam.

BBAP Situbondo : Pemberian vitamin C dengan cara pengayaan dengan dosis 0,1 – 0,5 ppm pada media pengayaan artemia dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan.


Syafrizal (2006) juga memperoleh hasil dengan pengayaan Vitamin C sebanyak 2 mg/liter ke artemia dapat meningkatkan kelulusan hidup benur udang windu.
* Diolah berbagai sumber

KEMUNDURAN MUTU IKAN DAN TEKNIK PENANGANANNYA

KEMUNDURAN MUTU IKAN DAN TEKNIK PENANGANANNYA

Ikan yang dikonsumsi tubuh manusia sesungguhnya bermanfaat sebagai sumber energi yang dibutuhkan untuk aktivitas sehari-hari, membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, serta untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan kecerdasan. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa ikan mengandung asam lemak  OMEGA – 3  yang didalamnya terkandung EPA (Eicosapentaenoat acid) dan DNA(Docosahexaenoat add). OMEGA – 3 dikenal sebagai obat yang dapat menjaga dan menurunkan kolesterol. Namun demikian ikan seperti halnya juga komoditas pangan memiliki sifat mudah mengalami kerusakan (perisable). Hal ini karena ikan secara alami mengandung component gizi seperti lemak, protein, karbohidrat dan air yang sangat disukai oleh mikroba perusak.

Proses Kemunduran Mutu
Ikan umumnya diperdagangankan baik dalam keadaan sudah mati maupun dalam kondisi masih hidup dalam air. Pada kondisi hidup tentu saja ikan bukan merupakan masalah. Sebaliknya dalam kondisi mati ikan akan segara mengalami kemunduran mutu. Pada ikan yang mati, akan segera terjadi perubahan-perubahan yang mengarah pada terjadinya pembusukan. Perubahan tersebut terutama disebabkan oleh adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri.
Enzim yang terkandung dalam tubuh ikan akan merombak bagian-bagian tubuh ikan mengakibatkan perubahan rasa (flavour), bau (odor), rupa (appearance) dan tekstur (texture). Adapun bau tengik (rancid) timbul karena daging yang bersentuhan dengan oksigen udara.
Kerusakan komponen-komonen dalam tubuh ikan oleh aktivitas enzim dan aktivitas kimia akan memicu pertumbuhan bakteri pada tubuh ikan mengingat kondisi tersebut sangat cocok bagi tumbuh kembang bakteri. Faktanya proses kemunduran mutu berlansung sangat kompleks, sehingga sukar untuk diadakan pengolahan karena satu dengan lainnya saling kait mengait, dan bekerja secara simultan.
Ikan yang memiliki gerakan cepat bila terkena alat tangkap akan lebih cepat memasuki rigor mortis dan busuk. Mengapa ? karena gerakan-gerakan tersebut mengakibatkan tegoresnya pusat konsentrasi ikan dan itu berarti memberi ruang bakteri untuk menyerang. Ikan dengan karakter ini seperti gabus, tongkol dan tenggiri.
Ikan-ikan yang berukuran kecil akan membusuk lebih cepat dari pada ikan besar. Ini dimungkinkan karena komposisi kimianya.selain itu keadaan udara yang panas, berawan atau hujan, laut yang banyak bergelombang juga akan mempengaruhi mutu ikan.
Teknik Mempertahankan mutu
Mengingat pembusukan ikan muncul karena aktivitas enzim dan bakteri maka dengan berpedoman pada dua factor penyebab tersebut harus dilakukan tindakan untuk pencegahannya memalui penghambatan kegiatan enzim dan bakteri serta perlindungan ikan dari kontaminasi bakteri.

Prinsip yang harus dipegang selama penanganan ikan basah baik untuk konsumsi segar maupun untuk bahan mentah pabrik pengolahan adalah :
Ø  Bekerja dengan cepat, tepat dan cermat untuk menghindari kerusakan fisik ikan.
Ø  Mempertahankan suhu pusat ikan hingga 0 0C (pendinginan) 18 0C (pembekuan) selama rantai penanganan hingga diterima oleh konsumen atau pabrik pengolahan
Ø  Selalu bekerja dalam suasana bersih (factor sanitasi dan hygiene).

Prinsip  penting mengingat bahan mentah yang nantinya akan dimakan oleh manusia harus mempunyai mutu, kesegaran dan kemurnian yang baik. Selain itu tingkat kesegarannya (freshnes) akan menentukan harga dan lamanya ikan itu disimpan (shelf life). Untuk mempertahankan suhu pusat ikan dan memperpanjang umur simpannnya air dan es merupakan bahan pembantu yang sangat penting dan selalu diperlukan. Dengan demikian air yang dipakai harus bersih.
Secara alami pembusukan ikan sesungguhnya tidak dapat dicegah atau dihindari. Kemajuan teknologi manusia baru mampu memperlambat atau menunda proses pembusukan itu.
Setelah mati, ikan akan mengalami perubahan-perubahan berupa Hyperaemia, Rigor mortis, Autolystis dan Dekomposisis Bakteri. Hyperaemia ditandai dengan proses terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjar di dalam kulit, membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir muncul akibat reaksi khas suatu organisme yang baru dan lendir itu terdiri dari glukoprotein dan menjadi substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
Perubahan berikutnya adalah fase mengejangnya tubuh ikan. Kekejangan ini disebabkan organ-organ yang terdapat dalam tubuh ikan berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim. Fase ini lebih dikenal dengan istilah Rigor Mortis.
 Kekejangan ini sifatnya sementara karena akan disusul dengan melemasnya daging ikan kembali (Autolyslic). Kondisi lembeknya daging ikan merupakan hasil dari aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan. Lembeknya daging berakibat pada bakteri dalam jumlah banyak dan membuat ikan cepat rusak. Fase ini disebut dengan istilah bacterial decomposition. Bakteri yang umum dijumpai pada fase ini adalah Preudomonas, Pchromobacter, Terratia, dan Elostridium. Bakteri-bakteri tersebut tidak menggangu selama ikan masih dalam keadaan segar namun ketika ikan mati suhu badan ikan menjadi naik dan mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut akan menyerang serta merusak jaringan-jaringan tubuh ikan mulai dari pusat konsentrasi (insang, selaput lendir, isi perut) lalu menerobos ke bagian daging ikan sehingga ikan lama-kelamaan menjadi berubah komposisi dagingnya dan jadilah ikan busuk.
Faktor yang Mempengaruhi Mutu Ikan
Kemunduran mutu ikan dipengaruhi oleh cara penangkapan, reaksi ikan menghadapi kematian, jenis dan ukuran ikan, serta cuaca. Penangkapan ikan menggunakan trawl Pole dan line, akan lebih baik dalam memperpanjang mutu ikan dibandingkan dengan yang ditangkap dengan gill-net, long-line. Hal ini karena pada alat pertama ikan yang tertangkap segera ditarik ke atas sedangkan pada peralatan kedua ikan dibiarkan terendam agak lama di dalam air.
Teknik penanganan ikan agar tehindar dari pembusukan dilakukan dengan cara-cara berikut :
ü  Menurunkan suhu, diupayakan dengan pemberian es, penyimpanan dalam suhu chilling dan pembekuan.
ü  Hampa udara, teknik ini dengan pengalengan, pembotolan, melalui proses pemanasan
ü  Dengan cara pengeringan, penggaraman, penggulaan dan pengasapan.
Secara kimiawi melalui pengasapan dan pengawetan
ü  Lingkungan  : langkah ini ditempuh dengan cara menjauhkan dari keadaan lingkungan yang kotor dan terkontaminasi dari bahan-bahan yang dapat menyebabkan ikan tersebut tercemar.

Pada dasarnya langkah-langkah diatas adalah upaya yang telah umum dilakukan oleh masyarakat dalam memperlambat pembusukan ikan. Yang terpenting dari keseluruhan itu adalah memberikan penyuluhan tentang pentingnya menjaga mutu dan menghindarkan praktik-praktik kotor mengebalui konsumen seperti menggunakan pengawet yang berbahaya.

KAJI TERAP

KAJI TERAP

Kaji Terap adalah Metode Penyuluhan Perikanan untuk meningkatkan kemampuan pelaku utama dan pelaku usaha dalam memilih paket teknologi usaha perikanan yang telah direkomendasikan sebelum di demontrasikan dan atau dianjurkan yang pelaksanaannya dilakukan oleh kelompok pelaku utama di lahan usahanya dengan bimbingan Penyuluh Perikanan.
Tujuan :
a. Menerapkan paket teknologi usaha yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta kondisi usaha dan sosial ekonomi pelaku utama perikanan di wilayah tertentu.
b. Mempercepat penyebaran informasi teknologi perikanan yang telah direkomendasikan secara umum.
Kegunaan :
1. Mengurangi resiko kegagalan usaha melalui pemilihan teknologi yang paling sesuai dengan usaha terpadu
2. Meningkatkan keyakinan mengenai teknologi perikanan yang terapannya oleh pelaku utama
3. Meningkatkan efisiensi usaha dan informasi perikanan
4. Menghimpun dan memberikan umpan balik kepada lembaga penelitian dan direktorat teknis lingkup perikanan
5. Menganjurkan pelaku utama untuk menjadi demonstrator yang bersifat motivator dan atau pelatih bagi pelaku utama yang lain.
6. Mengembangkan kemampuan penyuluh

Penyelenggaraan :
A. Persyaratan
1. Materi Kaji Terap
2. Metode pengkajian penerapan
3. Lokasi Kaji Terap
4. Pelaksanaan Kaji Terap

B. Tata Laksana
1. Persiapan / Perencanaan
2. Pelaksanaan
                             - Musyawarah
                             - Penetapan Jadwal Kegiatan
                             - Penyediaan Sarana
                             - Teknik Budidaya
                             - Pencatatan / Pelaporan
                             - Pengolahan Hasil
3. Pembinaan
Tingkat Pusat Meliputi :
-          Pengendalian dan Pembinaan Kaji terap
-          Penyusunan dan Pembinaan  Kaji Terap
-          Penyusunan pedoman Juklak dan Juknis
-          Pembnaan Petugas tingkat provinsi

Tingkat Kabupaten :
-          Bimbingan musyawarah dalam menyusun perencanaan untuk keperluan penyelenggaraan Kaji Terap
-          Bimbingan Teknis di lapangan terutama dalam alih teknologi dari masing-masing sub sector lingkup perikanan
-          Bimbingan organisasi dan administrasi dalam mengembangkan kejasama antar pelaku utama dalam satu kelompok

C. Pemantauan dan Evaluasi

Keunggulan Kaji Terap :
1. Merangsang pelaku utama menerapkan paket teknologi tersebut
2. Keberhasilan anjuran cukup besar

Kelemahan Kaji Terap :
1. Kurang dapat menyerap peserta

2. Membutuhkan Biaya yang besar 

TEKNIK PEMIJAHAN IKAN BANDENG

TEKNIK PEMIJAHAN IKAN BANDENG

Ikan bandeng biasanya memijah pada fase ke enam, ikan ini memijah dalam 2 musim setiap tahunnya di Indonesia. Musim satu antara bulan februari sampai Mei dengan puncaknya bulan September sampai oktober.
Perangsang Pemijahan Ikan Bandeng
Ikan Bandeng sulit memijah secara alami sehingga perlu dilakukan suatu bantuan dalam proses pemijahannya. Teknik yang dapat digunakan adalah teknologi rekayasa hormonal. Hormon yang digunakan adalah hormon LHRH (Letuizing hormone Relaising hormone). Hormon ini biasanya diberikan dalam bentuk pellet hormone dengan cara penyuntikan.

Cara penyuntikan pellet hormon ke ikan bandeng
  • Induk bandeng diletakkan diatas bantalan busa
  • Lendir yang melapisi bagian punggung sebelah kanan indukan dibersihkan
  • Salah satu sisik dilepas dengan pisau kecil kemudian pisau tersebut ditusukkan untuk membuat lubang untuk menanam pellet hormone
  • Pelet hormon dimasukkan dengan bantuan implanter
  • Indukan kemudian dimasukkan lagi ke bak pemeliharaan
Pemijahan telur dan Spermatozoa bandeng yaitu :
Pemijahan ini terjadi pada malam hari dan memerlukan paling sedikit 300 ton air dengan salinitas 30 permil. Bak tempat pemijahan tersebut diaerasi, kemudian terjadi pembuahan telur sehingga menghasilkan zigot.

Telur akan terapung dalam air bak pemijahan sehingga harus dipindahkan ke bak inkubasi telur, dimana pengambilan telur menggunakan aliran air yang diberi saringan berukuran 850 mikron.
Inkubasi Telur
  • Telur tersebut di inkubasi selama 6 jam
  • Inkubasi pada bak inkubasi
  • Salinitas bak sebesar 30 permil
  • Setelah selesai kemudian dipindahkan ke bak penetasan
  • Pemindahan dilakukan dengan peningkatan salinitas menjadi 40 permil dengan tujuan mempermudah penyerokan

Hasil penetasan telur yaitu :
  • Dibilas dengan air tawar bersih
  • Telur yang menetas dalam waktu 24 – 26 jam kemudian mengalami proses perkembangan secara bertahap menjadi larva, selanjutnya nener yang siap untuk dipelihara atau dijual
Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin oleh karena itu ikan bandeng dapat hidup di air tawar, air payau dan air laut. Induk bandeng baru bisa memijah setelah mencapai umur 5 tahun dengan ukuran panjang 0.5 – 1.5 mtr dan berat badan 3 – 12 kg. Jumlah telur yang dikeluarkan induk bandeng berkisar antara 0.5 – 1 juta butir tiap kg berat badan.
Pertumbuhan bandeng relatif cepat yaitu 1.1 – 1.7 % bobot badan per hari. Pada tahap pendederan ikan bandeng, penambahan bobot perhari berkisar 40 – 50 mg. Ikan bandeng dengan bobot awal 1 – 2 kg membutuhkan waktu 2 bulan untuk mencapai bobot 40 gram.
  
Pemilihan Lokasi Budidaya
Ikan ini mampu menghadap perubahan kadar garam yang sangat besar (Eurihalin) oleh karena itu, ikan laut ini bisa juga hidup di air payau dan air tawar. Lokasi Budidaya pada laguna di daerah pantai dan teluk berlindung yang aliran arusnya atau pergantian airnya lebih dari 100 % per hari.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan :
  • Penempatan keramba harus di lokasi yang bebas dari pencemaran
  • Terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar
  • Sirkulasi air akibat pasang surut dan arus tidak terlalu kuat (optimum 20 – 50 cm/dtk)
  • Kurang organisme penempel (Biofouling)
  • Fluktuasi salinitas tidak terlalu besar ( < 5 ppt )
  • Oksigen terlarut tidak kurang dari 4 mg / liter

Wadah Budidaya
Pemeliharaan bandeng di KJA laut memerlukan wadah berupa keramba jaring, rakit, berikut pelampung dan jangkar. Ukuran rakit disesuaikan dengan ketersediaan bahan dan jenis komoditas budidaya. Ukuran rakit biasanya 5 x 5 m, 7 x 7 m, 10 x 10 m, yang dapat memuat 4 – 16 keramba jaring ukuran 2 x 2 x 2 mtr.
Untuk pemeliharaan bandeng pada bulan pertama (ukuran < 20 gram/ekor) digunakan keramba yang terbuat dari jaring hijau atau hitam. Masuk bulan ke 2 baru dipindahkan ke dalam keramba yang terbuat dari jaring trawl. Setiap keramba dilengkapi dengan penutup untuk menghindari kemungkinan lolosnya ikan pada saat goncangan. Penggantian keramba dilakukan sekali sebulan untuk menghindari terjadinya penempelan biofouling yang dapat mengganggu sirkulasi air.
Pengelolaan Budidaya
1.   Penyediaan benih yang didapat dari Hatchery (tidak dari alam)
2.   Penebaran benih, Benih ukuran gelondongan, hal ini disebabkan nener belum mampu mengatasi pengaruh lingkungan perairan yang berarus dan bergelombang. Keuntungan lain adalah benih dapat tumbuh cepat sehingga mempersingkat waktu pemeliharaan.
Padat Penebaran sangat tergantung pada ukuran kan dan wadah budibaya.
v  Padat tebar ikan ukuran 3 gram sebesar 200 – 300 ekor/m3
v  Padat tebar ikan ukuran 100 – 150 gram adalah 125 ekor/m3
Penebaran pukul 06 – 08 pagi atau pukul 19 – 20 untuk menghindari stress akibat perubahan kondisi lingkungan perairan. Adaptasi salinitas hendaknya dilakukan sebelum benih ditebar dan disesuaikan dengan salinitas perairan lokasi KJA.
Transportasi bandeng ke keramba dapat dilakukan dengan penggunaan kantong plastic berisi air 5 – 10 liter dan oxygent dengan perbandingan 1 : 2 padat penebaran gelondongan ukuran 10 cm sekitar 50 ekor / kantong dengan waktu tempuh sekitar 5 – 6 jam.
Penggunaan penoksetan 01 200/ltr dan penuruhan suhu dapat diaplikasikan dalam pembiusan ikan selama transportasi untuk mencegah kerusakan fisik.
Pendederan
Dapat dilakukan di petakan tambak, bak terkontrol maupun happa yang ditancapkan ditambak. Pendederan umumnya berlangsung selama 80 hari. Pendederan bertujuan untuk mendapatkan gelondongan bandeng ukuran 75 – 100 gram/ekor. Selama pendederan pertumbuhan bobot ikan perhari berkisar 40 – 50 gram.


Pembesaran
Lama pembesaran untuk mencapai ukuran diatas 300 gram dengan benih ukuran 3 gram adalah 120 hari, adapun lama pembesaran untuk mencapai ukuran diatas 300 gram dengan benih ukuran 3 gram adalah 120 hari, untuk mencapai ukuran konsumsi 500 gram/ekor dengan berat 20 gram adalah 5 bulan
Pemberian Pakan
Pakan utama bandeng terdiri dari organisme plangkton, benthos, detritus dan epifit. Dalam budidaya bandeng sekarang digunakan juga pakan ikan buatan (pellet). Budidaya dalam KJA sepenuhnya mengandalkan pakan buatan dengan kandungan protein berkisar 20 – 30 %. Umumnya pakan diberikan sebanyak 10 – 30% dari total bobot ikan per hari, waktu pemberian pakan dilakukan sebanyak 2 – 3 kali sehari (pagi,siang,sore).
Pengendalian Hama
Bandeng yang dibudidayakan di laut umumnya bebas dari parasit dan hama, tidak didapatkan organisme yang bersifat pathogen.
Panen
Bandeng dapat dipanen setelah mencapai ukuran konsumsi (300 – 500 gram/ekor) dengan lama pemeliharaan 4 – 5 bulan dari gelondongan. Sementara itu, bandeng super dapat dipanen setelah berukuran 800 gram/ekor dengan masa pemeliharaan selama 120 hari dari gelondongan ukuran 100 – 150 gram/ekor. Tingkat produktifitas bandeng dalam KJA ditentukan oleh factor laju pertumbuhan, sintasan, kuantitas dan kualitas pakan serta pengelolaan budidaya. Panen bisa dilakukan secara selektif atau total dengan menggunakan seser.


** Dari berbagai sumber.

Sekilas Mengenai Udang Kipas (Thenus orientalis)

Sekilas Mengenai Udang Kipas (Thenus orientalis)

Udang merupakan komoditas utama yang paling diminati sebagai makanan, dagingnya yang gurih dan rasanya yang lezat membuat komoditas yang satu ini begitu familiar dan digemari hampir semua orang. Melimpahnya jenis udang yang hidup di perairan Indonesia membuat peluang untuk membudidayakan dan memasarkan udang begitu potensial. Terlebih lagi, masing-masing jenis udang tersebut memiliki ciri yang unik dan khas. Tidak heran jika banyak orang yang tergiur untuk menangkap atau membudidayakan udang.
Udang kipas (Thenus orientalis) memiliki nama lokal yang sangat beragam, diantaranya adalah udang pasir dan udang sikat. klasifikasi udang Kipas Menurut Holthuis L. B adalah sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
Filum               : Arthropoda
Ordo               : Decapoda
Sub ordo         : Macrura Reptantia
Family             : Scyllaridae
Sub famili        : Theninae
Genus              : Thenus
Spesies            : Thenus orientalis           
Slipper lobster

Morfologi dan Anatomi Udang Kipas (Thenus orientalis)
Udang kipas (Thenus orientalis) memiliki tubuh yang diselimuti kulit yang keras berzat kapur. Kerangka pada bagian kepala sangat tebal, melebar pipih, dan ditutupi duri-duri besar dan kecil. Pada ujung kepala di atas mata terdapat dua tonjolan keras, yang diantara tonjolan tersebut terdapat lekukan yang berduri. Jumlah kakinya enam pasang (Djuwariah, 2005). Ekornya seperti kipas berwarna coklat tua dan pucat. panjang badan umumnya 8-10 cm, ada yang sampai 15-25 cm. Hidup di perairan pantai paparan benua dengan dasar rumput berpasir, di semua propinsi mulai dari Aceh sampai Irian Jaya (BAKOSURTANAL, 2001).
Distribusi Udang Kipas (Thenus orientalis)
            Udang kipas (Thenus orientalis) mempunyai sebaral geografis yang luas di perairan Indo-Pasifik Barat. Walaupun sebarannya luas, namun kelompok udang ini biasanya tidak terlalu besar (Djuwariah, 2005). Para nelayan daerah Blanakan, Subang, sering mendapatkan udang jenis ini di Bangka Belitung dan Sumatera.
Alat Tangkap
Masyarakat nelayan Blanakan, Subang, mendapatkan udang ini sebagai tangkapan sampingan dengan menggunakan cantrang. Namun menurut Djuwariah (2005) udang kipas juga merupakan hasil tangkap samping dari pukat udang.
Nilai Ekonomis dan Ekologi Udang Kipas (Thenus orientalis)

            Udang kipas merupakan hewan konsumsi yang relatif murah. Salah satu daerah produksi udang kipas di Indonesia adalah Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Selain untuk keperluan konsumsi lokal, udang kipas bersama produk perikanan lainnya seperti rajungan, kepiting bakau dan bandeng diekspor ke Singapura, Hongkong, Korea, dan Amerika Serikat (Djuwariah, 2005).  Udang kipas banyak ditemukan di tengah laut pada pantai yang berpasir di kedalaman 5 m - 100 m. Caranya dengan menggunakan jaring dan pelan – pelan. Bila seluruh bagian sudah masuk ke dalam air, ikat ujung dengan pelampung untuk memudahkan menarik ke atas.
                Udang kipas tergolong hewan nocturnal artinya, beraktifitas pada malam hari,  sehingga pada siang hari hewan ini memendamkan dirinya pada pasir yang digali dengan ekornya. Selain berjalan maju udang kipas juga bisa berjalan mundur, berjalan mundur untuk berkamuflase bertahan hidup menghindari dari musuh, karena bentuk kepala dan ekornya sekilas terlihat sama.

Udang kipas termasuk hewan karnivora, hewan ini makan udang - udang kecil,  ikan - ikan kecil, kerang - kerang kecil dan  hewan kecil lainnya yang ada di dasar perairan. Bagian - bagian dari udang kipas yaitu :
1)      Antena berfungsi untuk sensor mendeteksi adanya mangsa.
2)      Rahang untuk menangkap mangsa  kemudian dimasukan ke mulut. 
3)     Mata berfungsi untuk melihat atau mendeteksi adanya mangsa,  mata udang  kipas  ada disamping, kalau udang - udang lain  matanya ada di atas.
4)      5 pasang kaki digunakan untuk berjalan, 6 ruas untuk kaki renang.
5)      Ekor kipas untuk naik turunnya dan digunakan untuk melompat.
Untuk membedakan antara udang jantan dan betina yaitu, udang kipas yang jantan tidak ada telur,  kulit atau cangkangnya berwarna gelap. Sedangkan udang kipas betina ada telurnya,  kulit atau cangkangnya berwarna cerah.

** Dari berbagai sumber.