Membesarkan
lobster di luar habitat asli ?
Peluang membesarkan anakan lobster
(fattening) di luar habitat aslinya sangat besar dan belum banyak dilirik oleh
pembudidaya. “beberapa tahun ini disinyalir telah terjadi penurunan populasi
lobster di alam,” kata peneliti udang yang kini menjadi Kepala Unit Pelaksana
Teknis Loka Pengembangan Bio Industri Laut (UPT-LPBIL) LIPI di Mataram, Nusa
Tenggara Barat. Penurunan itu tampak dari ukuran lobster hasil tangkapan
nelayan. Di Perairan Selatan Jawa seperti Banyuwangi, Pacitan dan Pangandaran,
pada musim penangkapan lobster sekitar bulan Nopember sampai Januari, lebih
banyak diperoleh anakan lobster yang belum layak jual karena bobot tubuhnya
kurang dari 100 gr/ ekor.
Tidak sulit merawat lobster di luar
habitat aslinya, agar anakan lobster nyaman pada dasar kolam misalnya ditaruh
karang meniru habitat aslinya. Untuk mencegah kanibalisme saat anggota keluarga
Palunuridae itu berganti kulit, dasar kolam diberi tanaman air seperti red
grass. Sejatinya anakan lobster memerlukan tempat berlindung, di alam pada awal
perkembangan hidupnya, udang karang bersifat bentik dan hidup merayap. Anakan
udang secara naluriah selalu mendekati sebuah benda yang dapat digunakan untuk
melindungi diri dari predator, meski demikian sifat itu akan hilang sejalan
lobster tumbuh dewasa, artinya peluang terjadinya kanibalisme menjadi kecil,
berbeda dengan lobster air tawar yang hingga besar pun tetap memiliki sifat
kanibalisme tinggi.
Dengan dikeluarkannya Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor 1 tahun 2015 tentang penangkapan
lobster, kepiting dan rajungan, dimana penangkapan lobster dapat dilakukan pada
lobster yang berukuran diatas 8 cm dan tidak boleh menangkap lobster dalam
kondisi bertelur, hal ini menjadi peluang pembudidaya untuk menangkap peluang
tersebut apalagi diketahui komoditi lobster merupakan komoditi unggulan dengan
pasar yang tersedia dan harga yang tinggi.
Oleh karena dipelihara di kolam,
sistem filterisasi menjadi penting memikai 3 filter untuk menyaring kotoran.
Pada filter pertama ditaruh pasir, filter kedua ditaruh karang-karang kecil dan
filter terakhir yang menjadi sumber air tidak diberi material, tetapi menampung
limpahan air dari filter ke 2 yang masuk melalui pancuran. Hal itu dilakukan
untuk menaikan kadar oksigen terlarut sebelum air dialirkan kembali ke kolam.
Kualitas air untuk ikan laut budidaya harus bagus, rata-rata salinitas 30-32
ppt, pH diatas 7 dan kadar oksigen berkisar 5-8 ppm, diluar angka tersebut
pertumbuhan akan terganggu.
Salinitas atau kadar garam memang
kunci keberhasilan pembesaran ikan laut di darat, sejatinya lobster Panulirus
spp merupakan penghuni karang yang hidup pada kedalaman 3-10 m di bawah laut
dengan salinitas 30-32 ppt. Beberapa
udang karang seperti jenis bambu dan pasir dapat hidup dibawah salinitas normal
atau payau sekitar 28 ppt, itu lantaran kedua lobster tersebut banyak ditemukan
di Pantai Selatan Jawa yang kerap mencari makan di daerah pantai.
Pembesaran lobster dilakukan di ruangan
tertutup atau kolam beratap agar salinitas terkontrol, perubahan iklim
mempengaruhi naik-turunnya salinitas. Di musim hujan, salinitas kolam yang
kemasukan air hujan bakal turun sekitar 2-3 ppt, supaya normal perlu
ditambahkan garam ikan. Sebaliknya dimusim kemarau salinitas naik karena air
kolam menguap lalu garam menumbuk sehingga konsentrasi lebih pekat, untuk
mengatasinya pengenceran memakai air tawar. Lobster merupakan tipe euryhalin,
memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan salinitas. Toleransi itu terjadi
karena lobster punya mekanisme osmoregulasi yang mengatur keluar masuknya
cairan dan ion tubuh melalui insang ginjal dan usus. Sensor tentkel di kepala
akan mengirim sinyal atau pesan ke otak ketika terjadi perubahan salinitas,
pesan tersebut direspon dalam bentuk keluar cairan dan ion tubuh ketika
salinitas turun. Jika dibiarkan kondisi itu mengakibatkan lobster dehidrasi
sehingga tubuhnya lemas dan lobster malas makan, sebalinya salinitas tinggi
membuat lobster menyerap air kolam.
Penyesuaian terhadap perubahan
salinitas membutuhkan energi besar, lobster bakal mengambil energi yang
seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Akibatnya pertumbuhan tidak optimal,
waktu pembesaran lebih lama. Yang tak kalah pentingnya adalah oksigen terlarut
(DO), tinggi rendahnya DO tergantung tingkat kepadatan lobster, lobster akan
tumbuh optimal dengan DO berkisar 4-5 mg/L dengan kepadatan 15-20 ekor/m2.
DO dapat ditingkatkan dengan menambah aerasi berupa air pancuran dari pipa
berlubang atau memberikan arus kuat yang didorong oleh pompa berkekuatan 100
watt dalam bak filter. Diluar itu suhu kolam dalam ruangan harus stabil,
sekitar 25-280C, kadar pH pun diatur 7-8, keasaman dibawah netral
menyebabkan lobster rentan terserang bakteri dan cendawan.
Sumber : Majalah trubus Edisi 488-Juli 2010/XLI
(Artikel
: Lobster laut ke darat & salinitas kuncinya)
sampai sekarang masih budidaya lobster ? saya tertarik mas. ingin belajar lebih dalam lagi. gimana cara hubunginnya maas
BalasHapus