Penyuluh Perikanan

Penyuluh Perikanan
Pulau Tinggi

Selasa, 04 Agustus 2015

Membesarkan lobster di luar habitat asli ?

Membesarkan lobster di luar habitat asli ?


Peluang membesarkan anakan lobster (fattening) di luar habitat aslinya sangat besar dan belum banyak dilirik oleh pembudidaya. “beberapa tahun ini disinyalir telah terjadi penurunan populasi lobster di alam,” kata peneliti udang yang kini menjadi Kepala Unit Pelaksana Teknis Loka Pengembangan Bio Industri Laut (UPT-LPBIL) LIPI di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Penurunan itu tampak dari ukuran lobster hasil tangkapan nelayan. Di Perairan Selatan Jawa seperti Banyuwangi, Pacitan dan Pangandaran, pada musim penangkapan lobster sekitar bulan Nopember sampai Januari, lebih banyak diperoleh anakan lobster yang belum layak jual karena bobot tubuhnya kurang dari 100 gr/ ekor.

Tidak sulit merawat lobster di luar habitat aslinya, agar anakan lobster nyaman pada dasar kolam misalnya ditaruh karang meniru habitat aslinya. Untuk mencegah kanibalisme saat anggota keluarga Palunuridae itu berganti kulit, dasar kolam diberi tanaman air seperti red grass. Sejatinya anakan lobster memerlukan tempat berlindung, di alam pada awal perkembangan hidupnya, udang karang bersifat bentik dan hidup merayap. Anakan udang secara naluriah selalu mendekati sebuah benda yang dapat digunakan untuk melindungi diri dari predator, meski demikian sifat itu akan hilang sejalan lobster tumbuh dewasa, artinya peluang terjadinya kanibalisme menjadi kecil, berbeda dengan lobster air tawar yang hingga besar pun tetap memiliki sifat kanibalisme tinggi.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor 1 tahun 2015 tentang penangkapan lobster, kepiting dan rajungan, dimana penangkapan lobster dapat dilakukan pada lobster yang berukuran diatas 8 cm dan tidak boleh menangkap lobster dalam kondisi bertelur, hal ini menjadi peluang pembudidaya untuk menangkap peluang tersebut apalagi diketahui komoditi lobster merupakan komoditi unggulan dengan pasar yang tersedia dan harga yang tinggi.

Oleh karena dipelihara di kolam, sistem filterisasi menjadi penting memikai 3 filter untuk menyaring kotoran. Pada filter pertama ditaruh pasir, filter kedua ditaruh karang-karang kecil dan filter terakhir yang menjadi sumber air tidak diberi material, tetapi menampung limpahan air dari filter ke 2 yang masuk melalui pancuran. Hal itu dilakukan untuk menaikan kadar oksigen terlarut sebelum air dialirkan kembali ke kolam. Kualitas air untuk ikan laut budidaya harus bagus, rata-rata salinitas 30-32 ppt, pH diatas 7 dan kadar oksigen berkisar 5-8 ppm, diluar angka tersebut pertumbuhan akan terganggu.

Salinitas atau kadar garam memang kunci keberhasilan pembesaran ikan laut di darat, sejatinya lobster Panulirus spp merupakan penghuni karang yang hidup pada kedalaman 3-10 m di bawah laut dengan salinitas 30-32 ppt.  Beberapa udang karang seperti jenis bambu dan pasir dapat hidup dibawah salinitas normal atau payau sekitar 28 ppt, itu lantaran kedua lobster tersebut banyak ditemukan di Pantai Selatan Jawa yang kerap mencari makan di daerah pantai.


Pembesaran lobster dilakukan di ruangan tertutup atau kolam beratap agar salinitas terkontrol, perubahan iklim mempengaruhi naik-turunnya salinitas. Di musim hujan, salinitas kolam yang kemasukan air hujan bakal turun sekitar 2-3 ppt, supaya normal perlu ditambahkan garam ikan. Sebaliknya dimusim kemarau salinitas naik karena air kolam menguap lalu garam menumbuk sehingga konsentrasi lebih pekat, untuk mengatasinya pengenceran memakai air tawar. Lobster merupakan tipe euryhalin, memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan salinitas. Toleransi itu terjadi karena lobster punya mekanisme osmoregulasi yang mengatur keluar masuknya cairan dan ion tubuh melalui insang ginjal dan usus. Sensor tentkel di kepala akan mengirim sinyal atau pesan ke otak ketika terjadi perubahan salinitas, pesan tersebut direspon dalam bentuk keluar cairan dan ion tubuh ketika salinitas turun. Jika dibiarkan kondisi itu mengakibatkan lobster dehidrasi sehingga tubuhnya lemas dan lobster malas makan, sebalinya salinitas tinggi membuat lobster menyerap air kolam.



Penyesuaian terhadap perubahan salinitas membutuhkan energi besar, lobster bakal mengambil energi yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Akibatnya pertumbuhan tidak optimal, waktu pembesaran lebih lama. Yang tak kalah pentingnya adalah oksigen terlarut (DO), tinggi rendahnya DO tergantung tingkat kepadatan lobster, lobster akan tumbuh optimal dengan DO berkisar 4-5 mg/L dengan kepadatan 15-20 ekor/m2. DO dapat ditingkatkan dengan menambah aerasi berupa air pancuran dari pipa berlubang atau memberikan arus kuat yang didorong oleh pompa berkekuatan 100 watt dalam bak filter. Diluar itu suhu kolam dalam ruangan harus stabil, sekitar 25-280C, kadar pH pun diatur 7-8, keasaman dibawah netral menyebabkan lobster rentan terserang bakteri dan cendawan.



Sumber : Majalah trubus Edisi 488-Juli 2010/XLI

(Artikel : Lobster laut ke darat & salinitas kuncinya)

1 komentar:

  1. sampai sekarang masih budidaya lobster ? saya tertarik mas. ingin belajar lebih dalam lagi. gimana cara hubunginnya maas

    BalasHapus