Penyuluh Perikanan

Penyuluh Perikanan
Pulau Tinggi

Minggu, 15 April 2018

Teknik Produksi Induk Betina Ikan Nila


Teknik Produksi Induk Betina Ikan Nila



Didalam budidaya ikan nila banyak dikembangkan berbagai teknologi dalam rangka peningkatan mutu induk ikan nila (Oreochromis niloticus), hal ini disebabkan pada saat ini telah banyak terjadi penurunan kualitas induk ikan nila, oleh karena itu kebutuhan induk bermutu sangat diharapkan dalam rangka memperoleh benih yang berkualitas.

Dalam rangka upaya untuk menghasilkan populasi induk betina sebagai pasangan induk ikan nila GESIT, maka dilakukan rekayasa teknologi untuk memperoleh induk jantan fungsional XX. Induk jantan fungsional XX ini apabila dikawinkan dengan induk betina normal (XX), maka akan memperoleh keturunan betina semua. Dengan demikian upaya pemenuhan kebutuhan induk betina akan lebih cepat.


Tahapan pertama kali yang harus dilakukan adalah membuat induk jantan fungsional XX melalui pemberian pakan yang mengandung hormon 17α methiltestosteron selama masa diferensiasi kelamin pada ikan nila. Waktu diferensiasi pada ikan nila terjadi pada saat larva umur 6-7 hari setelah menetas sampai sekitar umur 27-28 hari. Selanjutnya larva hasil sex reversal dipelihara sampai induk untuk dapat dilakukan verifikasi, verifikasi untuk mendapatkan induk jantan XX ini dilakukan dengan uji keturunan (progeny test).

  
Prosedur Kerja, tahapan pekerjaan yang dilakuakn adalah sebagai berikut :
1)    Pematangan induk
Waktu pematangan dilakukan 2 minggu, dengan pemberian pakan 3% per berat biomassa per hari
2)    Pemijahan
Pemijahan dilakukan dengan perbandingan jantan dan betina 1:3 pada bak ukuran 2x1 m2
3)    Penetasan telur
Penetasan telur dilakukan di akuarium dengan menggunakan saringan 
4)    Pendederan
Penebaran larva dalam happa dengan padat tebar 200 ekor/m2 dengan pemberian pakan 20% per berat biomassa per hari, pendederan II adalah 100 ekor/m2 dengan pemberian pakan 10% per berat biomassa per hari
5)    Pengamatan gonad
Melalui pengambilan jaringan gonad ikan sampel, pewarnaan menggunakan larutan aceto-carmine dan pengamatan dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali.

Hasil Penelitian
Progeny test dilakukan dengan mengawinkan satu per satu induk nila jantan fungsional XX dengan 3 ekor betina normal. Keturunan induk jantan XX kemudian dipelihara sampai ukuran 5-8 cm dan selanjutnya dilakukan pengamatan gonad. Dari 38 ekor induk jantan hasil sex reversal, ternyata hanya menghasilkan 2 ekor induk betina XX. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas hormon ini, diantaranya jenis hormon, dosis hormon, waktu diferensiasi kelamin, metode pemberian hormon dan suhu.

Sumber :
Hasil Penelitian T. Yuniarti, Sofi Hanif, Teguh Prayoga dan Suroso (2006) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukamandi.

Optimalisasi dan Konservasi Sumber Daya Perikanan


Optimalisasi dan Konservasi Sumber Daya Perikanan


Potensi perikanan yang cukup besar menjadikan Indonesia dijuluki sebagai negara yang kaya degan keanekaragaman (biodiversity) jenis hayati laut. Bagi Indonesia potensi ini sangata strategis didalam pembangunan. Perikanan laut adalah salah satu jenis sumber daya yang sangat penting untuk menunjang kehidupan bangsa. Sumber daya perikanan laut bersifat milik bersama atau milik umum (common property), kelemahan dari sifat milik umum ialah tidak ada batasan mengenai banyaknya upaya penangkapan ikan, selama memberikan keuntungan secara ekonomi. Dalam kondisi seperti ini, tidak saja sumberdaya laut yang terkuras (biological inefficiency), tetapi juga tingkat eksploitasi perikanan akan menjadi tidak efesien lagi dari segi ekonomi (economically inefficiency). 
Oleh karena itu pendekatan pembangunan berkelanjutan dipilih dalam mengelola sumberdaya perikanan. Dengan demikian , pengelolaan sumber daya perikanan yang optimal secara biologi maupun ekonomi menjadi penting untuk menunjang tujuan pembangunan nasional. 


Konsep Bioekonomi
Salah satu konsep yang dikembangkan dalam mengelola sumberdaya perikanan adalah pemilikan tunggal (single owner), sebagai suatu untuk mendekati eksploitasi yang optimum. Maksudnya adalah bagaimana optimalisasi itu sendiri seiring dengan konservasi atau pelestarian.
Konsep kepemilikan tunggal adalah pengelolaan yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat atau lembaga pemerintah. Pemilik tunggal bebas memilih kebijakan yang menyangkut pengelolaan sumberdaya perikanan di wilayahnya. Aspek biologi dalam model tersebut adalah pertumbuhan cadangan sumber daya perikanan di wilayah perairan tertentu. Dengan mengetahui pertumbuhan cadangan sumber daya perikanan di suatu perairan, maka pemilik tunggal dapat menduga besarnya modal sumber daya yang dimiliki.


Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Luki Adrianto (1993), merupakan peneliti pada PPLMLP-IPB pada Program Pengelolaan Wilayah Pesisir, konsep boekonomi ditrapkan dalam pemanfaatan kakap merah (Lutjanus sp) di Perairan Sekitar Juwana, Kabupaten Pati. Dari penelitian tersebut keluar variabel kendali hasil tangkap optimal pada discount rate 15% sebesar 1.741.927.852 kg/tahun dan upaya penangkapan optimal 400 unit kapal rawai dasar. Variabel hasil tangkap optimal tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan pengelolaan sumberdaya perikanan kakap merah. Hal ini disebabkan karena variabel kendali hasil tangkap lebih dekat dengan faktor cadangan sumber daya daripada variabel upaya penangkapan. 

Penerapan Konsep Bioekonomi
Pemilik tunggal mendapat hak untuk mengelola sumberdaya perikanan kakap merah, dapat diwakili oleh Pemerintah Daerah (Dinas yang mengangai Kelautan dan Perikanan). Hal ini mengisyaratkan adanya regulasi yang harus diterapkan agar jumlah optimum hasil tangkapan dan upaya penangkapan tetap terjaga, sehingga tidak menganggu kelestarian sumber daya kakap merah.
Kenyataannya konsep ini sulit diterapkan, kecuali kalau pihak Pemrintah Daerah bener-bener concern terhadap pelestarian sumberdaya perikanan. Lemahnya pengawasan dan kekuatan hukum yang berlaku dalam bidang perikanan merupakan kendala utama dalam penerpan konsep pemilik tunggal (single owner) diatas. Terlepas dari itu, konsep ini memiliki kelebihan dimana aspek kelestarian sumber daya perikanan dan optimalisasi keuntungan ekonomi dari pemanfaatan sumber daya perikanan diperhatikan.
 
Sumber : Review Artikel “Optimalisasi dan Konservasi Sumber Daya Perikanan” diambil dari Buku “Pengelolaan Perikanan Indonesia : Catatan Mengenai Potensi, Permasalahan dan Prospeknya”, M. Ghufran H. Kordi, Penerbit Pustaka Baru Press : 2015, Hal. 282 – 286.

Rabu, 04 April 2018

Pengaruh Bungkil Inti Sawit Fermentasi dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio)


Pengaruh Bungkil Inti Sawit Fermentasi dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan
Ikan Mas (Cyprinus carpio)


Ikan mas mempunyai peranan sangat penting sebagai penyedia protein hewani yang memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan karena pemeliharaannya mudah, daya tumbuhkembangnya cepat, harganyapun terjangkau oleh masyarakat serta mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan gizi masyarakat. Salah satu usaha dalam peningkatan produksi hasil panen ikan adalah penyediaan bahan baku pakan berkualitas, yang sampai saat ini masih mengandalkan impor terutama bungkil kedelai, tepung ikan, bahkan jagung. Usaha untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku pakan adalah mencari alternatif bahan baku yang berkualitas cukup baik, murah, mudah didapat, dapat menekan biaya pakan sehingga mampu meningkatkan efesiensi usaha.

Salah satu bahan pakan alternatif sumber protein nabati adalah bungkil inti sawit (BIS), yang merupakan hasil ikutan (by product) industri pengolahan kelapa sawit (palm Kernel Cake). Melihat kenyataan BIS berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan dengan kandungan protein kasar bungkilinti sawit 15,43%, kendala yang dihadapi jika pemanfaatannya secara langsung nilai biologis protein rendah. Untuk mengatasi masalah ini perlu dikaji tentang pengolahan BIS yang dapat meningkatkan daya guna proteinnya sehingga pemanfaatannya dalam pakan maksimal. Salah satu cara untuk meningkatkan daya guna protein dan nilai manfaat bungkil inti sawit dengan pendekatan bioteknologi melalui fermentasi dengan kapang Rhizopus oligosporus, sehingga bungkil inti sawit fermentasi mempunyai nilai tambah yang prospektif sebagai bahan baku pakan yang bernilai tinggi.


Fermentasi merupakan suatu proses yang terjadi melalui kerja mikroorganisme atau enzim untuk mengubah bahan organik kompleks seperti protein, lemak, dan karbohidrat menjadi molekul yang lebih sederhana. Hasil fermentasi diantaranya akan mempunyai nilai gizi yang tinggi yaitu mengubah bahan makanan yang sulit dicerna menjadi mudah dicerna dan menghasilkan aroma serta flavor yang khas. Salah satu kapang yang biasa dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai gizi bahan pakan terutama kandungan proteinnya adalah kapang Rhizopus oligosporus.   

Berdasarkan uraian diatas dilakukan penelitian untuk melihat tingkat penggunaan produk bungkil inti sawit yag sudah diperbaiki kualitasnya melalui teknologi fermentasi (BISF) sebagai campuran dalam pakan terhadap pertumbuhan ikan mas dan untuk melihat level penggunaan produk BISF terbaik dalam pakan. Rataan konsumsi ransum, pertambahan berat badan, dan konversi pakan ikan mas disajikan pada tabel berikut ;
Tabel 1. Rataan Konsumsi Pakan, Pertambahan Berat Badan (PBB), dan Konversi Ikan Mas serta Income Over Feed Cost selama 60 hari.
Perlakuan
Konsumsi Pakan (g ekor-160 hari-1)
Pertambahan Berat Badan
(g ekor-160 hari-1)
Konversi
Intake Protein Ransum
Income Over Feed Cost
12% BIS
281.29 A
117.33 a
2.40
90.21 ns
344.87
15% BISF
295.41 B
128.93 b
2.31
94.68 ns
458.36
18% BISF
304.66 B
142.60 c
2.14
97.92 ns
558.93
21% BISF
271.54 A
114.18 d
2.39
86.42 ns
387.96

Pengaruh bungkil inti sawit fermentasi terhadap konsumsi pakan ikan mas (Cyprinus carpio)
Ransum yang mengandung BISF 18% mampu merangsang nafsu makan ikan bahkan lebih baik dibanding ikan yang memperoleh ransum kandungan 12% BIS tanpa fermentasi. Semakin tinggi pemakaian BISF semakin meningkat konsumsi ransum sampai pemakaian 18% BISF kemudian konsumsi menurun dengan pemakaian BISF 21% karena kandungan serat kasarransum 8.63%. penggunaan serat kasar dalam ransum tidak boleh dari 8% karena akan mengganggu proses pencernaan dan penyerapan zat makanan serta menurunkan kualitas pellet.

Pengaruh bungkil inti sawit fermentasi terhadap pertambahan berat badan ikan mas (Cyprinus carpio)
Rataan pertambahan berat badan ikan mas untuk setiap perlakuan mengalami kenaikan pada setiap pengamatan sampai pada pemakaian 18% BISF kemudian menurun pada pemakaian BISF 21%. Kenaikan tersebut dimungkinkan kondisi lingkungan dan ransum yang diberikan sudah cukup baik serta keseimbangan zat-zat makanan yang ada dalam ransum sudah memenuhi kebutuhan ikan.
Zat-zat makanan yang dibutuhkan ikan bila berada pada keadaan yang seimbang dan lengkap di samping meningkatkan kecepatan pertumbuhan ikan, juga berperan mengimbangi efek tekanan (fisiologis) dari terbatasnya ruang gerak ikan.

Pengaruh bungkil inti sawit fermentasi terhadap konversi ransum ikan mas (Cyprinus carpio)
Konversi ransum selama penelitian yang merupakan suatu penilaian secara teknis usaha pemberian ransum bagi ikan mas (tabel 1). Dari hasil analisis sidik ragam menunjukan tidak adanya pengaruh perlakuan terhadapa konversi pakan (P>0.05). semakin rendah faktor konversi ransum, makin efesien ikan memanfaatkan ransum yang dikonsumsi.

Pengaruh perlakuan terhadap income over feed cost
income over feed cost merupakan pendapatan dengan cara mengurangi penerimaan dengan biaya produksi untuk pakan. Pemberian pakan dengan pemakaian bungkil inti sawit fermentasi 18% memberikan IOFC tertinggi dibanding pakan lainnya (tabel 1), hal ini disebabkan oleh tingginya pertambahan berat badan ikan mas yang dicapai. Hal ini erat kaitannya dengan jumlah pakan yang dikonsumsi dan konversi pakan yang lebih baik.


Sumber : Penelitian M. Amri berjudul Pengaruh Bungkil Inti Sawit Fermentasi Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus carpio L) dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Volume 9 No.1, 207, Hal. 71-76.

Pertumbuhan dan Efesiensi Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Yang Diberi Pakan Buatan Berbasis Kiambang (Salvina molesta)


Pertumbuhan dan Efesiensi Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Yang Diberi Pakan Buatan Berbasis Kiambang (Salvina molesta)




Salah satu komoditas perikanan Indonesia yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) karena memiliki respon yang baik terhadap lingkungan dan pertumbuhan relatif cepat. Ditinjau dari kebiasaan makannya, ikan nila adalah pemakan segala (omnivora), sehngga mudah untuk diberikan pakan tambahan. Untuk pemeliharaan secara intensif maka dibutuhkan makanan tambahan berupa pellet. Ikan nila tumbuh lebih cepat meski diberikan pellet yang mengandung protein 20%-25%.
Kiambang (Salvina molesta) adalah tumbuhan air berupa paku air atau gulma air yang biasa mendominasi perairan rawa. Kiambang dapat tumbuh cepat dan cukup melimpah dipersawahan, rawa, danau, kolam dan genangan air. secara morfologi, kiambang memiliki 2 tipe daun yang berbeda. Daun pertama yang tumbuh di permukaan air berbentuk cuping agak melingkar, berklorofil dan permukaannya ditumbuhi rambut berwarna agak putih agak transparan, sedangkan tipe kedua daun tereduksi menjadi akar sehingga berfungsi sbagai penyerap makanan.

Tujuan penelitian adalah mengetahui pertumbuhan dan efesiensi pakan ikan nila yang diberi pakan buatan berbasisi kiambang yang telah difermentasikan dengan Rhyzopus oryzae. Adapun komposisi pakan uji tercantum dalam tabel berikut ;
Tabel 1. Komposisi Pakan Uji
No
Bahan
Komposisi (%)
1
Kiambang
18
2
Kacang putih
21
3
Ikan rucah
21
4
Kepala udang
21
5
Ampas kelapa
18
6
Kanji
0.5
7
Vitamin dna mineral
0.5

Jumlah
100
Sebelum pakan buatan berbasis kiambang yang telah difermentasikan dengan Rhyzopus oryzae ini diberikan ke ikan uji (nila), terlebih dahulu dianalisis untuk melihat komposisi nutrisinya. Hasil analisis proksimat tercantum dalam tabel berikut ;

Tabel 2. Hasil Analisis Proksimat Pakan Uji (Kiambang)
No
Komposisi Nutrisi
Tepung Kiambang
Tepung Kiambang (fermentasi)
Pakan Uji
1
Protein (%)
19,56
13,30
28,03
2
Lemak (%)
3,25
2,03
5,67
3
Karbohidrat (%)
21,98
44,98
38,51
4
Serat Kasar (%)
15,24
20,48
4,55
5
Abu (%)
14,74
13,09
8,50
6
Air (%)
49,19
26,60
19,29

Berdasarkan hasil analisis pakan buatan berbasis kiambang yang telah difermentasikan dengan Rhyzopus oryzae yang diberikan pada ikan uji menunjukan kisaran protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, dan abu yang cukup baik untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan secara umum. Bahwa secara umum kebutuhan ikan akan protein berkisar antara 20-60%, lemak 4-18%, karbohidrat 10-50%, serat tidak boleh >8% dan kadar abu dalam pakan maksimal 15%.


Pertumbuhan ikan nila yang diamati adalah pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan relatif, tercantum dalam tabel berikut ;
Tabel 3. Rata-rata Pertumbuhan Mutlak dan Pertumbuhan Relatif Ikan Uji
Perlakuan
Berat Rata-rata (g)
Pertumbuhan Mutlak (%)
Pertumbuhan Relatif (%)
Awal
Akhir
A
52,5
508,33
455,83
878,30
B
73,25
752,5
678,25
954,59
C
102
1,000
898,0
1.182,05
Keterangan :
Perlakuan A : Padat tebar 50 ekor/m2
Perlakuan B : Padat tebar 75 ekor/m2
Perlakuan C : Padat tebar 100 ekor/m2

Nilai laju pertumbuhan relatif menunjukan hasil berbanding lurus dengan pertumbuhan mutlak, berdasarkan hasil uji analisis keragaman (Anova) menunjukan F hitung 11,461>F Tabel 5% (5,41) dan 1% (10,92), berarti terima H1 dan tolak H0.

Rasio Konversi Pakan (FCR) dan Efesiensi Pemanfaatan Pakan
Konversi pakan merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah bobot ikan yang dihasilkan. Semakin kecil nilai konversi pakan berarti tingkat efesiensi pemanfaatan pakan lebih baik. Hasil rata-rata nilai konversi pakan pada setiap perlakuan selama pemeliharaan terlihat dalam tabel berikut ;

Tabel 4. Nilai Konversi Pakan, Efesiensi Pakan dan Kelangsungan Hidup Ikan Uji Selama Masa pemeliharaan
Perlakuan
Nilai Konversi Pakan
Nilai Efesiensi Pakan (%)
Kelangsungan Hidup (%)
A
1.12
89.65
100
B
1.11
90.26
100
C
1.12
89.72
100

Nilai konversi pakan menunjukan seberapa besar pakan yang dikonsumsi menjadi biomassa tubuh ikan. Hasil analisis menunjukan nilai konversi pakan adalah 1,11 – 1,12. Pakan buatan yang diberikan mempunyai kualitas yang cukup baik, karena pakan yang diberikan benar-benar dapat dimanfaatkan oleh ikan untuk pertumbuhan bobot yang maksimal. Berdasarkan hasil uji analisis keragaman (Anova), menunjukan F hitung0,106<F tabel 5% (5,14) dan 10% (10,92), berarti diterima H0 dan tolak H1, dengan demikian padat penebaran yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap rasio konversi ikan. Nilai konversi pakan dipengaruhi oleh protein pakan, protein pakan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan mengakibatkan pemberian pakan lebih efesien.

Kelangsungan Hidup (SR)
Kelangsungan hidup (survival rate) merupakan presentase ikan uji yang hidup pada akhir pemeliharaan dari jumlah ikan yang ditebar pada saat pemeliharaan dalam suatu wadah. Kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh pakan dan kondisi lingkungan sekitar. Pemberian pakan dengan kualitas dan kuantitas yang cukup serta kondisi lingkungan yang baik, maka dapat menunjang keberlangsungan hidup ikan nila.

 Sumber :
   1.     Pertumbuhan dan Efesiensi Pakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Yang Diberi Pakan Buatan Berbasis Kiambang. Hasil Penelitian Rina Iskandar dan Elrifadah yang dipublikasikan dalam jurnal Ziraa’ah Volume 40 Nomor 1, Februari 2015, Halaman 18-24.      
2. 2.  Himasper.Ik.ipb.ac.id