Sekilas Mengenai Kima
Kima dari genus Tridacna
dan Hippopus merupakan spesies
bernilai ekonomi tinggi, selain dagingnya terutama otot aduktor dan mantel
dikonsumsi, cangkangnya yang keras dapat dijadikan sebagai wadah, hiasan, dan
bahan baku pembuatan keramik. Kima yang umum dipungut di sepanjang rataan
terumbu (reef flat) yaitu kima pasir/
fika-fika (Hippopus hippopus) dan
kima cina (Hippopus porcellanus)
keduanya banyak ditemukan di daerah padang lamun (Seagrass), sedangkan di perairan agak dalam ditemukan kima raksasa
(Tridacna gigas) dan kima lubang (Tridacna crocea). Negara Jepang, Taiwan,
Chian dan Singapura merupakan sebagai negara pengimpor daging kima yang cukup
besar.
Spesies kima yang
ada di Perairan Indonesia, sebagai berikut ;
Nama
Indonesia
|
Nama
Latin
|
Nama
Dagang
|
Kima raksasa
|
Tridacna gigas
|
Giant clam
|
Kima air, kima
selatan
|
Tridacna derasa
|
Smooth giant clam,
southern giant clam
|
Kima sisik
|
Tridacna squamosa
|
Scally clam
|
Kima kecil
|
Tridacna maxima
|
Small giant clam
|
Kima lubang,
tolang
|
Tridacna crocea
|
Boring clam,
saffron clam, coloured boring clam
|
Kima pasir,
fika-fika, kima tapak kuda, kima kuku beruang
|
Hippopus hippopus
|
Strawberry clam,
horse hoof, bear paw clam
|
Kima cina
|
Hippopus porcellanus
|
China clam
|
Dilihat dari cara
hidupnya, kima dapat dibagi ke dalam 2 golongan. Golongan pertama meliputi
spesies kima yang hidupnya membenamkan diri pada batu karang, kima ini disebut
kima pembor (Tridacna crocea dan Tridacna maxima), dan golongan kedua
meliputi spesies kima yang cara hidupnya bebas, menempel atau berbaring
diantara batu karang atau dasar berpasir di daerah terumbu karang dan padang
lamun (Tridacna gigas, Tridacna derasa, Tridacna
squamosa, Hippopus hippopus, dan Hippopus
porcellanus).
Kima mempunyai
keistimewaan dalam mendapatkan makanan di alam, selain memperoleh makanan dari
lingkungan sekitarnya, kima juga sebagai media pertumbuhan. Kima memiliki
mantel yang merupakan substrat bagi sejenis alga bersel satu (zooxantella),
hubungan simbiosis mutualisme, yakni kima memperoleh alga sebagai pakan dan
alga memperoleh hasil proses metabolisme dari kima sebagai bahan pertumbuhan.
Cangkang berwarna terang yang merupakan jaringan sifonal, yang disebabkan
adanya interaksi berbagai pigmen yang berkumpul. Warna terang tersebut
melindungi jaringan kimadari kerusakan akibat sinar matahari yang digunakan
oleh zooxantella untuk berfotosintesis. Pada permukaan mantel terdapat organ
yang membantu meneruskan cahaya matahari pada jaringan selnya, disekitar inilah
zooxantella tumbuh paling banyak pada tubuh kima bagian luar.
Kima dari suku
Tridacnidae termasuk kelompok hermaprodit, kima muda bersifat hermaprodit
protandri, yakni berkelamin jantan dan menjadi hermaprodit sinkroni, dimana
setiap kima dilengkapi sel telur dan sperma setelah dewasa. Pembuahan terjadi
di luar tubuh, mekanisme pembuahan kima diawali dengan penyemprotan sel jantan
(sperma) kemudian disusul sel telur (ovum). Telur kima bersifat plaktonik yang
menyebar, terbawa arus dan dapat merangsang induk kima lain untuk serempak
memijah. Jumlah telur yang dihasilkan kima mencapai jutaan, dengan diameter
telur 100 mikron dan menetas menjadi trokhofor (trochopore) sekitar 12 jam setelah pembuahan, dan dari veliger
menjadi pediveliger. Pediveliger telah memiliki kaki jalanyang berfungsi
mencari substrat untuk menempelkan diri. Setelah menemukan substrat, velum
menghilang dan pediveliger berubah menjadi spat atau kima muda yang akan
menempel pada karang mati dengan bantuan serabut.
Terancam punah, butuh penyelamatan
Nilai ekonomi adalah
faktor pendorong terpenting eksploitasi kima di alam. Pengambilan kima secara
besar-besaran di perairan kawasan Indo-Pasifik terjadi pada tahun 1980-an
hingga awal 1990-an, yang menyebabkan terjadinya over fishing. Kima dimasukan
ke dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Fauna and Flora) sebagai biota yang dilindungi. Pemerintah Indonesia melindungi
kima melalui SK Menteri Kehutanan No.12/KPTS-II/1987, namun eksploitasi kima
terus terjadi sehingga ada 3 jenis spesies kima yang sudah jarang ditemukan yaitu
Tridacna gigas, Tridacna derasa, dan Hippopus porcellanus.
Di kawasan Taman Nasional
Laut Takabonerate didapatkan 17-33 ekor/ha spesies Tridacna gigas, 8-12 ekor/ha Tridacna
derasa, dan 8-17 ekor/ha spesies Hippopus
porcellanus. Populasi kima dianggap masih tinggi, jika mencapai jumlah diatas
30 ekor/ha, dengan demikian populasi kima di Indonesia mengalami penurunan. Laju
reproduksi dan pertumbuhan yang tidak secepat aju penangkapan dan kematian kima
di alam disebabkan oleh juga oleh memburuknya kualitas lingkungan akibat
rusaknya habitat hidup biota tersebut dialam karena praktik penangkapan ikan
yang destruktif. Oleh karena itu, usaha budidaya merupakan langkah bijak untuk
menjaga kelestarian dan keberlanjutan kima di alam. James Cook University,
Australia melakukan penelitian pengembangbiakan kima secara terkontrol,
kemudian diaplikasikan oleh MMDC (Mironesia Marine Developmnet Center) di
Soloman, ICLARM (The International Center for Living Aquatic Resources
Management) di Honiora Uiversitas Philipina, Siliman University, dan Universitas
Hasanuddin, Makasar.
Sumber : Review Artikel “Menyelamatkan Kima” diambil
dari Buku “Pengelolaan Perikanan Indonesia : Catatan Mengenai Potensi,
Permasalahan dan Prospeknya”, M. Ghufran H. Kordi, Penerbit Pustaka Baru Press
: 2015, Hal. 237 – 250.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar